Raymond Godwin
Jurusan Psikologi, Fakultas Humaniora, Binus University
Kampus
Kijang, Jl. Kemanggisan Ilir III no. 45, Kemanggisan – Palmerah, Jakarta 11480
Email: rgodwin@binus.edu
Abstrak
Dalam empat minggu dilakukan program intervensi sosial dalam rangka
meningkatkan intensi mahasiswa pengguna Facebook untuk memanfaatkan situs media
sosial tersebut sebagai fasilitas kolaborasi di dalam proses belajar mereka.
Menggunakan teori intensi dari Fishbein dan Ajzen (1975), intervensi difokuskan
pada variabel Perceived-Behavior Control direct (PBCd) yang memiliki kontribusi
terbesar terhadap intensi tersebut. Perubahan pada variabel PBCd diusakan
dengan cara mengubah variabel Attitude dan Perceived-Behavior Control indirect
(PBCi), dua variabel yang dalam penelitian ini memengaruhi PBCd.
Terjadi perubahan pada Attitude, atau sikap para mahasiswa terhadap
Facebook. Sayangnya ketidakhadiran para pengajar ataupun tokoh-tokoh ahli di
dalam diskusi mereka di Facebook menyebabkan PCBd, persepsi mahasiswa mengenai
kemampuannya dalam mengontrol tingkah lakunya dalam menggunakan Facebook, tidak
mengalami perubahan. Sebagai hasilnya, intensi para mahasiswa tidak berubah.
Program intervensi dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa kehadiran
pihak-pihak eksternal, yang dipersepsikan oleh mahasiswa sebagai tokoh-tokoh
ahli di dalam diskusi mereka, menjadi faktor yang penting untuk mahasiswa agar
dapat mengontrol dirinya dalam menggunakan Facebook. Dengan adanya kontrol diri
itu, intensi mahasiswa dalam memanfaatkan Facebook untuk memfasilitasi
kolaborasi dalam proses belajar mereka.
Kata kunci: intensi, intervensi sosial, media sosial, Facebook
1. PENDAHULUAN
Facebook tidak dipungkiri lagi menjadi situs yang jumlah penggunanya di Indonesia
berkembang dengan cepat. Pada pertengahan tahun 2009, terhitung ada 897.040
pengguna situs tersebut yang berasal dari Indonesia, sehingga menempatkan
Indonesia sebagai Negara dengan jumlah pengguna Facebook terbanyak ke-13 sedunia (Burcher, 2009b). Saat itu, yaitu
Juli 2009, Indonesia tercatat sebagai negara dengan tingkat pertumbuhan
pengguna Facebook tertinggi di dunia
(Burcher, 2009a).
Pertumbuhan pengguna
situs tersebut terus bertambah dengan pesat di Indonesia, dan pada akhir tahun
2009 terdapat 14.681.580 pengguna Facebook
di Indonesia. Hanya dalam waktu sekitar setengah tahun, peringkat Indonesia
melonjak drastis ke urutan 4 pada daftar negara pengguna Facebook terbanyak (Burcher, 2009b). Jumlah itu pun terus
bertambah, dan menjelang pertengahan 2010 Indonesia pun menjadi negara dengan
jumlah pengguna Facebook nomor tiga terbanyak sedunia – di bawah Amerika
Serikat dan Inggris – yaitu dengan jumlah pengguna sebanyak 20.775.320
(Burcher, 2010).
Walaupun ada beberapa
kasus kejahatan yang sempat muncul dengan melibatkan Facebook sebagai media perantaranya, pengguna situs itu tidak
memudar. Lebih dari itu, banyak pula yang merasakan manfaat positif dari
penggunaan Facebook: seseorang
bertemu kembali dengan teman masa kecilnya, hubungan dengan teman ataupun rekan
kerja menjadi lebih erat, dan tidak sedikit pula pihak yang berhasil memasarkan
barang/jasanya melalui layanan situs jejaring sosial (Wahid, 2010).
Di area pendidikan, tidak sedikit pihak yang mulai
menggunakan situs media sosial tersebut untuk membantu proses belajar. Di beberapa sekolah dan
universitas di Amerika dan Eropa, Facebook
telah dipergunakan sebagai bagian dalam proses belajar. Lalu apakah hal yang
sama bisa juga dilakukan di Indonesia?
Tony Karrer (2007)
berpendapat bahwa ada tiga hal yang menjadikan Facebook sebagai situs jejaring sosial yang bermanfaat. Pertama, banyak orang yang memiliki akun
di situs tersebut. Kedua, pengembang Facebook membuka kesempatan bagi
siapapun untuk membuat dan mengembangkan aplikasi yang dapat diintegrasikan
langsung ke situs tersebut, bahkan tersedia situs terpisah untuk melakukannya.
Hal tersebut tentunya merupakan kesempatan yang besar bagi institusi-institusi
pendidikan untuk mengembangkan aplikasi yang setidaknya dapat membantu peserta
didiknya.
Ketiga,
situs Facebook dapat dijadikan media
untuk belajar. Di dalam situs ini dapat dibuat berbagai macam grup untuk media
diskusi. Mengingat pengguna Facebook
cukup banyak dan terus bertambah, tentunya hal ini akan bermanfaat bagi para pendidik
dan para peserta didik untuk dapat tetap membahas apa yang menjadi bahan ajar mereka
walaupun berada di luar kelas
Menyadari ketiga hal tersebut, besar peluang Facebook untuk dapat dimanfaatkan oleh
para pendidik dan peserta didik dalam proses belajar mereka. Dalam penelitian baseline yang dilakukan di sebuah
universitas negeri sebelum proses intervensi, ditemukan kenyataan yang sedikit
mengecewakan: penggunaan
Facebook yang berhubungan dengan
perkuliahan hanya sebatas masalah administrasi, seperti pengumuman jadwal
kuliah, pembagian tugas kelompok, maupun detail tugas kuliah.
Sebenarnya, menggunakan Facebook sebagai bagian dalam proses
belajar merupakan hal yang mungkin untuk diterapkan di dalam perkuliahan pada
masa sekarang ini. Hal itu merupakan sesuatu yang mungkin untuk dilakukan
mengingat mahasiswa sekarang ini adalah individu-individu yang sejak kecil
terpapar dengan keberadaan dan penggunaan teknologi, termasuk komputer dan
internet. Mereka adalah individu dari generasi yang besar bersama teknologi.
Generasi ini dikenal dengan sebutan Net-Generation
(Tapscott, 1998) atau Digital Natives
(Prensky, 2001). Kefasihan mereka akan penggunaan teknologi, khususnya komputer
dan internet, setidaknya menjadi hal yang dapat mendukung keberhasilan
penerapan penggunaan social media –
dalam hal ini adalah Facebook – di
dalam proses belajar. Hal inilah yang membuat temuan pada study baseline sedikit mengecewakan, karena ternyata generasi ini
tampak tidak menggunakan Facebook dengan
maksimal.
Ketidakmasimalan penggunaan Facebook oleh para mahasiswa, yang merupakan kaum digital native, menimbulkan pertanyaan
mengenai ada tidaknya intensi mereka untuk menggunakan situs tersebut dalam
membantu proses belajarnya.
Penerapan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) dalam sebuah lembaga pendidikan – yang dalam penelitian ini
adalah universitas – membuka peluang untuk terjadinya kolaborasi di antara para
mahasiswa serta memberikan tantangan baru kepada para pengajar dalam mendukung
kerja kelompok (Bonk, dkk., dalam Bennett, 2004; Palloff & Pratt, dalam
Bennett, 2004). Hal tersebut dinyatakan juga melalui penelitian yang dilakukan
oleh Curtis dan Lawson (2001) mengenai pembelajaran kolaboratif berbasis
internet (online collaborative learning).
Dalam penelitian tersebut terlihat bahwa dengan bantuan teknologi internet,
diskusi terjadi hampir setiap hari, berlangsung jarak jauh, dan dimediasikan
oleh tulisan. Adapun kondisi-kondisi tersebut sangat jarang ditemui dalam
proses kolaborasi yang berlangsung secara tatap muka.
Sebagai kesimpulan dari penelitiannya, Curtis
dan Lawson (2001) mengatakan bahwa proses kolaborasi yang sukses dilakukan
secara tatap muka dapat dihasilkan di dalam kolaborasi online, sedangkan yang menjadi faktor penting di dalam sebuah
proses kolaborasi online adalah
keterbiasaan mahasiswa terhadap aplikasi internet yang digunakan sebagai media
kolaborasi dan kemudahan aplikasi itu sendiri untuk digunakan.
Teori mengenai intensi untuk bertingkah
laku menyatakan bahwa intensi ternyata bukan hanya dipengaruhi oleh attitude dan subjective norms, tetapi juga oleh perceived behavioral control (PBC), yaitu persepsi orang yang
bersangkutan mengenai kontrolnya mengenai tingkah laku yang dimaksud (Ajzen,
2005; Kiriakidis, 2008). Hal ini kurang lebih senada dengan hasil temuan Curtis
dan Lawson (2001) yang sudah disebutkan di atas: mahasiswa akan menggunakan
internet sebagai media kolaborasi jika dia puna sikap positif terhadap aplikasi
tersebut, teman-teman atau dosennya menggunakan, atau dia merasa bisa untuk
melakukannya – baik karena memang bisa atau melihat bahwa aplikasi tersebut
mudah digunakan.
Dari penelitian
baseline yang dilakukan sebelumnya,
diperoleh bahwa intensi para mahasiswa untuk menggunakan Facebook sebagai media kolaborasi di dalam proses belajar mereka
berada pada level menengah. Faktor perceived behavioral control yang bersifat langsung (PBCdirect – persepsi mengenai bisa
tidaknya ia melakukan sesuatu berdasarkan penilaiannya terhadap dirinya
sendiri) memiliki peran yang sangat kuat dalam pembentukan intensi tersebut.
Sedangkan attitude dan PBCindirect (persepsi mengenai bisa
tidaknya ia melakukan sesuatu berdasarkan keberadaan faktor eksternal) berperan
secara tidak langsung, yaitu melalui pengaruhnya terhadap PBCdirect.
Temuan penelitian baseline kemudian dijadikan patokan dasar untuk melakukan sebuah
intervensi yang ditujukan untuk meningkatkan intensi para mahasiswa menggunakan
Facebook sebagai media berkolaborasi
di dalam proses belajar mereka. Diasumsikan bahwa dengan meningkatnya intensi
tersebut, perilaku menggunakan Facebook sebagai media kolaborasi dalam belajar kemudian
akan tampak.
2. METODOLOGI PENELITIAN
Intervensi dilakukan terhadap
kelompok mahasiswa yang mengikuti sebuah mata kuliah Psikologi Komunitas. Di
awal semester kelas ini
membuat sebuah Group di Facebook bernama “MA Pilihan Psikologi
Komunitas 2010”. Group itulah yang dijadikan media
intervensi. Setelah kelas dibagi menjadi delapan kelompok, setiap kelompok
diminta untuk membuat sebuah tugas akhir yang proses diskusinya harus mereka
lakukan di dalam Group tersebut.
Intervensi dilakukan dengan
menggunakan strategi
partisipasi aktif. Hal itu dimaksudkan agar para mahasiswa mencoba langsung
proses kolaborasi di dalam Facebook.
Selain itu, diharapkan juga ketika mahasiswa mencoba menggunakan langsung Facebook untuk berkolaborasi di dalam
proses belajarnya, mereka juga mempelajari bagaimana menggunakan Facebook sebagai sarana berkolaborasi.
Sebagai agent of change dalam intervensi, enam orang dosen diajak untuk
turut berdiskusi dengan setiap kelompok mahasiswa. Kehadiran pihak dosen diharapkan dapat
membuat mahasiswa mendapatkan pengalaman berkomunikasi dengan dosen di Facebook dalam konteks pembelajaran,
mengingat para dosen ditugaskan untuk memberikan masukan yang berkaitan dengan
teori-teori psikologi yang digunakan dalam perancangan program masing-masing
kelompok. Dengan memiliki pengalaman tersebut, diharapkan mahasiswa dapat
melihat bahwa Facebook dapat
digunakan sebagai sarana untuk membantu proses belajar.
Program intervensi menjadi bagian di dalam rancangan ajar mata kuliah
tersebut. Hal ini
dimaksudkan agar proses kolaborasi yang target intervensi lakukan di dalam Facebook dapat dilihat langsung
manfaatnya, baik oleh para mahasiswa yang aktif terlibat di dalamnya maupun
mahasiswa yang hanya menjadi pengamat.
Sebelum dan sesudah proses
intervensi dilakukan, para mahasiswa diminta untuk mengisi sebuah kuesioner
mengenai intensi mereka menggunakan Facebook
sebagai media berkolaborasi di dalam proses belajar mereka.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Intervensi yang
dilakukan di dalam penelitian ini bertujuan meningkatkan intensi mahasiswa
untuk menggunakan Facebook sebagai
sarana berkolaborasi di dalam proses belajar mereka. Selama empat minggu,
target intervensi diajak untuk menggunakan fasilitas Group yang terdapat di Facebook
sebagai sarana mereka mendiskusikan tugas akhir dari mata kuliah Psikologi
Komunitas yang mereka ikuti. Dosen mata kuliah tersebut turut serta dalam
kegiatan intervensi sebagai agen perubahan, dibantu oleh enam orang dosen dari
mata kuliah lain.
Sayangnya, kegiatan
intervensi tidak berjalan sesuai dengan rancangan. Agen perubahan tidak
menjalankan perannya dengan optimal, sedangkan mahasiswa tidak menunjukkan
perilaku yang menjadi indikator keberhasilan intervensi ini – yaitu aktif
berdiskusi dan berkolaborasi. Sedangkan dari evaluasi terhadap hasil
intervensi, diperoleh gambaran bahwa tidak ada perubahan yang signifikan pada
intensi mahasiswa untuk menggunakan Facebook
sebagai sarana berkolaborasi di dalam proses belajarnya.
Walaupun demikian,
terjadi perubahan pada sikap mahasiswa terhadap penggunaan Facebook sebagai sarana berkolaborasi di dalam proses belajarnya.
Namun sayangnya, perubahan tersebut tidak berpengaruh terhadap persepsi para
mahasiwa mengenai kemampuan mereka mengontrol dirinya untuk menggunakan atau
tidak menggunakan Facebook sebagai
sarana berkolaborasi di dalam proses belajar. Akibatnya, intensi mereka untuk
menggunakan Facebook sebagai sarana
berkolaborasi di dalam proses belajar tidak mengalami perubahan yang signifikan.
4. KESIMPULAN
Kegagalan kegiatan
intervensi ini terjadi karena aktivitas yang menjadi bagian dari desain
intervensi tidak diimplementasikan dengan optimal. Pihak yang menjadi agen
perubahan di dalam kegiatan intervensi ini, yaitu enam dosen dari luar mata kuliah Psikologi Komunitas, tidak menjalankan
perannya dengan baik. Para agen perubahan memang bergabung di dalam group “MA Pilihan Psikologi Komunitas
2010”, namun keikutsertaan para dosen itu sayangnya hanya berlangsung di minggu kedua intervensi, sehingga
praktis pihak yang ikut berdiskusi di dalam forum itu lebih
banyak adalah mahasiswa.
Ketidakikutsertaan agen perubahan itu, menjadi salah satu penyebab tidak terjadi perubahan yang
signifikan pada persepsi para mahasiswa – yang didasarkan pada keberadaan
faktor eksternal – mengenai kemampuan mereka mengontrol dirinya untuk
menggunakan atau tidak menggunakan Facebook
sebagai sarana berkolaborasi di dalam proses belajarnya. Sebagai implikasinya, sesuai asumsi yang dibangun
berdasarkan hasil penelitian baseline,
tidak terjadi perubahan pada persepsi pada mahasiswa – yang didasarkan pada
penilaian terhadap dirinya sendiri – mengenai kemampuan mereka itu, sehingga
intensi mereka pun tidak turut mengalami perubahan.
Dari pengalaman intervensi di atas, dibuktikan pentingnya peran dosen dalam interaksi para mahasiswa di dalam forum diskusi dunia maya. Kehadiran dan keikutsertaannya di dalam forum tersebut bukannya berfungsi untuk memberikan kuliah atau pengajaran, melainkan untuk memperlihatkan kepada para mahasiswa bahwa dosennya ada sehingga jika mereka buntu dalam berdiskusi akan ada pihak yang bisa diharapkan untuk memfasilitasi kembai diskusi mereka. Oleh karena itu, menjadi hal penting bagi para dosen untuk mempersiapkan diri mereka, tidak hanya dengan kemampuan untuk memfasilitasi diskusi dan menguasai materi, namun juga dengan kemampuan menggunakan komputer, berselancar dan memanfaatkan internet, serta berdiskusi di dalam forum diskusi yang terdapat di ruang maya. Jika memang ada perbedaan yang begitu nyata antara para digital natives (mahasiswa) dengan para digital immigrant (dosen), maka menjadi mutlak bagi para dosen dan pengajar lainnya untuk mengetahui teknologi, yang dalam hal ini berarti komputer, internet, dan jejaring sosial (social network), mengingat itulah yang menjadi (salah satu) hal terpenting dalam hidup mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Burcher, N. (2009,
4 Juli). Facebook usage statistics – Top 20 fastest growing countries by users.
Nick Burcher. http://www.nickburcher.com/2009/07/facebook-usage-statistics-top-20.html.
Diakses 16 Februari 2010.
Burcher, N. (2009, 31 Desember).
Facebook usage statistics by country – Dec 31st 2009. Nick Burcher. http://www.nickburcher.com/2009/12/facebook-usage-statistics-by-country.html. Diakses 16 Februari 2010.
Burcher, N. (2010,
31 Maret). Facebook usage statistics – March, 2010 (With 12 Months Increase
Figures). Nick Burcher. http://www.nickburcher.com/2010/03/facebook-usage-statistics-march-2010.html. Diakses 1 April 2010.
Wahid, F. (2010). Masih tentang Facebook. http://fit.uii.ac.id/berita-teknik-informatika/masih-soal-kasus-facebook-sisi-negatif--positif-teknologi-informasi-oleh-fathul-wahid.html. Diakses 16 Februari 2010.
Karrer, T. (2007).
Facebook as a learning platform:
eLearning technology. http://elearningtech.blogspot.com/2007/10/facebook-as-learning-platform.html. Diakses 19 April 2009.
Prenksy, M.
(2001). Digital natives, digital immigrants. On the Horizon, 9(5). http://www.marcprensky.com/writing/Prensky%20-%20Digital%20Natives,%20Digital%20Immigrants%20-%20Part1.pdf. Diakses 1 Maret 2010.
Tapscott, D. (2008). Grown Up Digital: How the Net Generation is Changing Your World. New York:
McGraw-Hill.
Bennett, S.
(2004). Supporting collaborative project teams using computer-based
technologies. Dalam Roberts, T. S. (Ed.). Online
collaborative learning: Theory and practice (hal. 1-27). Hershey: Idea
Group Inc.
Curtis, D. D.
& Lawson, M. J. (2001). “Exploring collaborative online learning”. Journal of Asynchronous. Learning Networks,
5, 1, 21-34. http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.130.2039&rep=rep1&type=pdf. Diakses 1 Mei 2010.
Sebagian materi ini dimuat dalam: Call For Paper Proceeding, Seminar Nasional Psikologi dan Media, Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya (14-15 Oktober 2011). Paragraf terakhir di tulisan ini adalah tambahan dari versi proceeding.
No comments:
Post a Comment