Sunday, October 16, 2011

Pemanfaatan Situs Media Sosial Untuk Memfasilitasi Kolaborasi dalam Proses Belajar: Sebuah Pembelajaran dari Program Intervensi Sosial terhadap Penggunaan Facebook

Raymond Godwin
Jurusan Psikologi, Fakultas Humaniora, Binus University
Kampus Kijang, Jl. Kemanggisan Ilir III no. 45, Kemanggisan – Palmerah, Jakarta 11480
Email: rgodwin@binus.edu

Abstrak


Dalam empat minggu dilakukan program intervensi sosial dalam rangka meningkatkan intensi mahasiswa pengguna Facebook untuk memanfaatkan situs media sosial tersebut sebagai fasilitas kolaborasi di dalam proses belajar mereka. Menggunakan teori intensi dari Fishbein dan Ajzen (1975), intervensi difokuskan pada variabel Perceived-Behavior Control direct (PBCd) yang memiliki kontribusi terbesar terhadap intensi tersebut. Perubahan pada variabel PBCd diusakan dengan cara mengubah variabel Attitude dan Perceived-Behavior Control indirect (PBCi), dua variabel yang dalam penelitian ini memengaruhi PBCd.
Terjadi perubahan pada Attitude, atau sikap para mahasiswa terhadap Facebook. Sayangnya ketidakhadiran para pengajar ataupun tokoh-tokoh ahli di dalam diskusi mereka di Facebook menyebabkan PCBd, persepsi mahasiswa mengenai kemampuannya dalam mengontrol tingkah lakunya dalam menggunakan Facebook, tidak mengalami perubahan. Sebagai hasilnya, intensi para mahasiswa tidak berubah.
Program intervensi dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa kehadiran pihak-pihak eksternal, yang dipersepsikan oleh mahasiswa sebagai tokoh-tokoh ahli di dalam diskusi mereka, menjadi faktor yang penting untuk mahasiswa agar dapat mengontrol dirinya dalam menggunakan Facebook. Dengan adanya kontrol diri itu, intensi mahasiswa dalam memanfaatkan Facebook untuk memfasilitasi kolaborasi dalam proses belajar mereka.   


Kata kunci:  intensi, intervensi sosial, media sosial, Facebook



1. PENDAHULUAN

Facebook tidak dipungkiri lagi menjadi situs yang jumlah penggunanya di Indonesia berkembang dengan cepat. Pada pertengahan tahun 2009, terhitung ada 897.040 pengguna situs tersebut yang berasal dari Indonesia, sehingga menempatkan Indonesia sebagai Negara dengan jumlah pengguna Facebook terbanyak ke-13 sedunia (Burcher, 2009b). Saat itu, yaitu Juli 2009, Indonesia tercatat sebagai negara dengan tingkat pertumbuhan pengguna Facebook tertinggi di dunia (Burcher, 2009a).
Pertumbuhan pengguna situs tersebut terus bertambah dengan pesat di Indonesia, dan pada akhir tahun 2009 terdapat 14.681.580 pengguna Facebook di Indonesia. Hanya dalam waktu sekitar setengah tahun, peringkat Indonesia melonjak drastis ke urutan 4 pada daftar negara pengguna Facebook terbanyak (Burcher, 2009b). Jumlah itu pun terus bertambah, dan menjelang pertengahan 2010 Indonesia pun menjadi negara dengan jumlah pengguna Facebook nomor tiga terbanyak sedunia – di bawah Amerika Serikat dan Inggris – yaitu dengan jumlah pengguna sebanyak 20.775.320 (Burcher, 2010).
Walaupun ada beberapa kasus kejahatan yang sempat muncul dengan melibatkan Facebook sebagai media perantaranya, pengguna situs itu tidak memudar. Lebih dari itu, banyak pula yang merasakan manfaat positif dari penggunaan Facebook: seseorang bertemu kembali dengan teman masa kecilnya, hubungan dengan teman ataupun rekan kerja menjadi lebih erat, dan tidak sedikit pula pihak yang berhasil memasarkan barang/jasanya melalui layanan situs jejaring sosial (Wahid, 2010).
Di area pendidikan, tidak sedikit pihak yang mulai menggunakan situs media sosial tersebut untuk membantu proses belajar. Di beberapa sekolah dan universitas di Amerika dan Eropa, Facebook telah dipergunakan sebagai bagian dalam proses belajar. Lalu apakah hal yang sama bisa juga dilakukan di Indonesia?
Tony Karrer (2007) berpendapat bahwa ada tiga hal yang menjadikan Facebook sebagai situs jejaring sosial yang bermanfaat. Pertama, banyak orang yang memiliki akun di situs tersebut. Kedua, pengembang Facebook membuka kesempatan bagi siapapun untuk membuat dan mengembangkan aplikasi yang dapat diintegrasikan langsung ke situs tersebut, bahkan tersedia situs terpisah untuk melakukannya. Hal tersebut tentunya merupakan kesempatan yang besar bagi institusi-institusi pendidikan untuk mengembangkan aplikasi yang setidaknya dapat membantu peserta didiknya.
Ketiga, situs Facebook dapat dijadikan media untuk belajar. Di dalam situs ini dapat dibuat berbagai macam grup untuk media diskusi. Mengingat pengguna Facebook cukup banyak dan terus bertambah, tentunya hal ini akan bermanfaat bagi para pendidik dan para peserta didik untuk dapat tetap membahas apa yang menjadi bahan ajar mereka walaupun berada di luar kelas
Menyadari ketiga hal tersebut, besar peluang Facebook untuk dapat dimanfaatkan oleh para pendidik dan peserta didik dalam proses belajar mereka. Dalam penelitian baseline yang dilakukan di sebuah universitas negeri sebelum proses intervensi, ditemukan kenyataan yang sedikit mengecewakan: penggunaan Facebook yang berhubungan dengan perkuliahan hanya sebatas masalah administrasi, seperti pengumuman jadwal kuliah, pembagian tugas kelompok, maupun detail tugas kuliah.
Sebenarnya, menggunakan Facebook sebagai bagian dalam proses belajar merupakan hal yang mungkin untuk diterapkan di dalam perkuliahan pada masa sekarang ini. Hal itu merupakan sesuatu yang mungkin untuk dilakukan mengingat mahasiswa sekarang ini adalah individu-individu yang sejak kecil terpapar dengan keberadaan dan penggunaan teknologi, termasuk komputer dan internet. Mereka adalah individu dari generasi yang besar bersama teknologi. Generasi ini dikenal dengan sebutan Net-Generation (Tapscott, 1998) atau Digital Natives (Prensky, 2001). Kefasihan mereka akan penggunaan teknologi, khususnya komputer dan internet, setidaknya menjadi hal yang dapat mendukung keberhasilan penerapan penggunaan social media – dalam hal ini adalah Facebook – di dalam proses belajar. Hal inilah yang membuat temuan pada study baseline sedikit mengecewakan, karena ternyata generasi ini tampak tidak menggunakan Facebook dengan maksimal.
Ketidakmasimalan penggunaan Facebook oleh para mahasiswa, yang merupakan kaum digital native, menimbulkan pertanyaan mengenai ada tidaknya intensi mereka untuk menggunakan situs tersebut dalam membantu proses belajarnya.

Penerapan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam sebuah lembaga pendidikan – yang dalam penelitian ini adalah universitas – membuka peluang untuk terjadinya kolaborasi di antara para mahasiswa serta memberikan tantangan baru kepada para pengajar dalam mendukung kerja kelompok (Bonk, dkk., dalam Bennett, 2004; Palloff & Pratt, dalam Bennett, 2004). Hal tersebut dinyatakan juga melalui penelitian yang dilakukan oleh Curtis dan Lawson (2001) mengenai pembelajaran kolaboratif berbasis internet (online collaborative learning). Dalam penelitian tersebut terlihat bahwa dengan bantuan teknologi internet, diskusi terjadi hampir setiap hari, berlangsung jarak jauh, dan dimediasikan oleh tulisan. Adapun kondisi-kondisi tersebut sangat jarang ditemui dalam proses kolaborasi yang berlangsung secara tatap muka.
 Sebagai kesimpulan dari penelitiannya, Curtis dan Lawson (2001) mengatakan bahwa proses kolaborasi yang sukses dilakukan secara tatap muka dapat dihasilkan di dalam kolaborasi online, sedangkan yang menjadi faktor penting di dalam sebuah proses kolaborasi online adalah keterbiasaan mahasiswa terhadap aplikasi internet yang digunakan sebagai media kolaborasi dan kemudahan aplikasi itu sendiri untuk digunakan.
Teori mengenai intensi untuk bertingkah laku menyatakan bahwa intensi ternyata bukan hanya dipengaruhi oleh attitude dan subjective norms, tetapi juga oleh perceived behavioral control (PBC), yaitu persepsi orang yang bersangkutan mengenai kontrolnya mengenai tingkah laku yang dimaksud (Ajzen, 2005; Kiriakidis, 2008). Hal ini kurang lebih senada dengan hasil temuan Curtis dan Lawson (2001) yang sudah disebutkan di atas: mahasiswa akan menggunakan internet sebagai media kolaborasi jika dia puna sikap positif terhadap aplikasi tersebut, teman-teman atau dosennya menggunakan, atau dia merasa bisa untuk melakukannya – baik karena memang bisa atau melihat bahwa aplikasi tersebut mudah digunakan.
Dari penelitian baseline yang dilakukan sebelumnya, diperoleh bahwa intensi para mahasiswa untuk menggunakan Facebook sebagai media kolaborasi di dalam proses belajar mereka berada pada level menengah. Faktor perceived behavioral control yang bersifat langsung (PBCdirect – persepsi mengenai bisa tidaknya ia melakukan sesuatu berdasarkan penilaiannya terhadap dirinya sendiri) memiliki peran yang sangat kuat dalam pembentukan intensi tersebut. Sedangkan attitude dan PBCindirect (persepsi mengenai bisa tidaknya ia melakukan sesuatu berdasarkan keberadaan faktor eksternal) berperan secara tidak langsung, yaitu melalui pengaruhnya terhadap PBCdirect.
Temuan penelitian baseline kemudian dijadikan patokan dasar untuk melakukan sebuah intervensi yang ditujukan untuk meningkatkan intensi para mahasiswa menggunakan Facebook sebagai media berkolaborasi di dalam proses belajar mereka. Diasumsikan bahwa dengan meningkatnya intensi tersebut, perilaku menggunakan Facebook sebagai media kolaborasi dalam belajar kemudian akan tampak.

2. METODOLOGI PENELITIAN

Intervensi dilakukan terhadap kelompok mahasiswa yang mengikuti sebuah mata kuliah Psikologi Komunitas. Di awal semester kelas ini membuat sebuah Group di Facebook bernama “MA Pilihan Psikologi Komunitas 2010”. Group itulah yang dijadikan media intervensi. Setelah kelas dibagi menjadi delapan kelompok, setiap kelompok diminta untuk membuat sebuah tugas akhir yang proses diskusinya harus mereka lakukan di dalam Group tersebut.
Intervensi dilakukan dengan menggunakan strategi partisipasi aktif. Hal itu dimaksudkan agar para mahasiswa mencoba langsung proses kolaborasi di dalam Facebook. Selain itu, diharapkan juga ketika mahasiswa mencoba menggunakan langsung Facebook untuk berkolaborasi di dalam proses belajarnya, mereka juga mempelajari bagaimana menggunakan Facebook sebagai sarana berkolaborasi.
Sebagai agent of change dalam intervensi, enam orang dosen diajak untuk turut berdiskusi dengan setiap kelompok mahasiswa. Kehadiran pihak dosen diharapkan dapat membuat mahasiswa mendapatkan pengalaman berkomunikasi dengan dosen di Facebook dalam konteks pembelajaran, mengingat para dosen ditugaskan untuk memberikan masukan yang berkaitan dengan teori-teori psikologi yang digunakan dalam perancangan program masing-masing kelompok. Dengan memiliki pengalaman tersebut, diharapkan mahasiswa dapat melihat bahwa Facebook dapat digunakan sebagai sarana untuk membantu proses belajar.
Program intervensi menjadi bagian di dalam rancangan ajar mata kuliah tersebut. Hal ini dimaksudkan agar proses kolaborasi yang target intervensi lakukan di dalam Facebook dapat dilihat langsung manfaatnya, baik oleh para mahasiswa yang aktif terlibat di dalamnya maupun mahasiswa yang hanya menjadi pengamat.
Sebelum dan sesudah proses intervensi dilakukan, para mahasiswa diminta untuk mengisi sebuah kuesioner mengenai intensi mereka menggunakan Facebook sebagai media berkolaborasi di dalam proses belajar mereka.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Intervensi yang dilakukan di dalam penelitian ini bertujuan meningkatkan intensi mahasiswa untuk menggunakan Facebook sebagai sarana berkolaborasi di dalam proses belajar mereka. Selama empat minggu, target intervensi diajak untuk menggunakan fasilitas Group yang terdapat di Facebook sebagai sarana mereka mendiskusikan tugas akhir dari mata kuliah Psikologi Komunitas yang mereka ikuti. Dosen mata kuliah tersebut turut serta dalam kegiatan intervensi sebagai agen perubahan, dibantu oleh enam orang dosen dari mata kuliah lain.
Sayangnya, kegiatan intervensi tidak berjalan sesuai dengan rancangan. Agen perubahan tidak menjalankan perannya dengan optimal, sedangkan mahasiswa tidak menunjukkan perilaku yang menjadi indikator keberhasilan intervensi ini – yaitu aktif berdiskusi dan berkolaborasi. Sedangkan dari evaluasi terhadap hasil intervensi, diperoleh gambaran bahwa tidak ada perubahan yang signifikan pada intensi mahasiswa untuk menggunakan Facebook sebagai sarana berkolaborasi di dalam proses belajarnya.
Walaupun demikian, terjadi perubahan pada sikap mahasiswa terhadap penggunaan Facebook sebagai sarana berkolaborasi di dalam proses belajarnya. Namun sayangnya, perubahan tersebut tidak berpengaruh terhadap persepsi para mahasiwa mengenai kemampuan mereka mengontrol dirinya untuk menggunakan atau tidak menggunakan Facebook sebagai sarana berkolaborasi di dalam proses belajar. Akibatnya, intensi mereka untuk menggunakan Facebook sebagai sarana berkolaborasi di dalam proses belajar tidak mengalami perubahan yang signifikan.
4. KESIMPULAN
Kegagalan kegiatan intervensi ini terjadi karena aktivitas yang menjadi bagian dari desain intervensi tidak diimplementasikan dengan optimal. Pihak yang menjadi agen perubahan di dalam kegiatan intervensi ini, yaitu enam dosen dari luar mata kuliah Psikologi Komunitas, tidak menjalankan perannya dengan baik. Para agen perubahan memang bergabung di dalam group “MA Pilihan Psikologi Komunitas 2010”, namun keikutsertaan para dosen itu sayangnya hanya berlangsung di minggu kedua intervensi, sehingga praktis pihak yang ikut berdiskusi di dalam forum itu lebih banyak adalah mahasiswa. Ketidakikutsertaan agen perubahan itu, menjadi salah satu penyebab tidak terjadi perubahan yang signifikan pada persepsi para mahasiswa – yang didasarkan pada keberadaan faktor eksternal – mengenai kemampuan mereka mengontrol dirinya untuk menggunakan atau tidak menggunakan Facebook sebagai sarana berkolaborasi di dalam proses belajarnya. Sebagai implikasinya, sesuai asumsi yang dibangun berdasarkan hasil penelitian baseline, tidak terjadi perubahan pada persepsi pada mahasiswa – yang didasarkan pada penilaian terhadap dirinya sendiri – mengenai kemampuan mereka itu, sehingga intensi mereka pun tidak turut mengalami perubahan.

 Dari pengalaman intervensi di atas, dibuktikan pentingnya peran dosen dalam interaksi para mahasiswa di dalam forum diskusi dunia maya. Kehadiran dan keikutsertaannya di dalam forum tersebut bukannya berfungsi untuk memberikan kuliah atau pengajaran, melainkan untuk memperlihatkan kepada para mahasiswa bahwa dosennya ada sehingga jika mereka buntu dalam berdiskusi akan ada pihak yang bisa diharapkan untuk memfasilitasi kembai diskusi mereka. Oleh karena itu, menjadi hal penting bagi para dosen untuk mempersiapkan diri mereka, tidak hanya dengan kemampuan untuk memfasilitasi diskusi dan menguasai materi, namun juga dengan kemampuan menggunakan komputer, berselancar dan memanfaatkan internet, serta berdiskusi di dalam forum diskusi yang terdapat di ruang maya. Jika memang ada perbedaan yang begitu nyata antara para digital natives (mahasiswa) dengan para digital immigrant (dosen), maka menjadi mutlak bagi para dosen dan pengajar lainnya untuk mengetahui teknologi, yang dalam hal ini berarti komputer, internet, dan jejaring sosial (social network), mengingat itulah yang menjadi (salah satu) hal terpenting dalam hidup mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Burcher, N. (2009, 4 Juli). Facebook usage statistics – Top 20 fastest growing countries by users. Nick Burcher. http://www.nickburcher.com/2009/07/facebook-usage-statistics-top-20.html. Diakses 16 Februari 2010.
Burcher, N. (2009, 31 Desember). Facebook usage statistics by country – Dec 31st 2009. Nick Burcherhttp://www.nickburcher.com/2009/12/facebook-usage-statistics-by-country.html. Diakses 16 Februari 2010.
Burcher, N. (2010, 31 Maret). Facebook usage statistics – March, 2010 (With 12 Months Increase Figures). Nick Burcher. http://www.nickburcher.com/2010/03/facebook-usage-statistics-march-2010.html. Diakses  1 April 2010.
Karrer, T. (2007). Facebook as a learning platform: eLearning technology. http://elearningtech.blogspot.com/2007/10/facebook-as-learning-platform.html. Diakses 19 April 2009.
Prenksy, M. (2001). Digital natives, digital immigrants. On the Horizon, 9(5). http://www.marcprensky.com/writing/Prensky%20-%20Digital%20Natives,%20Digital%20Immigrants%20-%20Part1.pdf. Diakses 1 Maret 2010.
Tapscott, D.  (2008). Grown Up Digital: How  the Net Generation  is Changing Your World. New York: McGraw-Hill.
Bennett, S. (2004). Supporting collaborative project teams using computer-based technologies. Dalam Roberts, T. S. (Ed.). Online collaborative learning: Theory and practice (hal. 1-27). Hershey: Idea Group Inc.
Curtis, D. D. & Lawson, M. J. (2001). “Exploring collaborative online learning”. Journal of Asynchronous. Learning Networks, 5, 1, 21-34. http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.130.2039&rep=rep1&type=pdf. Diakses 1 Mei 2010.


Sebagian materi ini dimuat dalam: Call For Paper Proceeding, Seminar Nasional Psikologi dan Media, Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya (14-15 Oktober 2011). Paragraf terakhir di tulisan ini adalah tambahan dari versi proceeding.

No comments:

Post a Comment