Wednesday, January 7, 2009

Pusat Informasi Majapahit: ketidakpedulian pemerintah akan sejarah

Pembangunan mega proyek yang dicanangkan pemerintah menuai protes dari kalangan arkeolog. Bagaimana tidak, pembangunan proyek Pusat Informasi Majapahit [PIM], yang rencananya dibangun tepat di atas lahan di dekat situs Kolam Segaran, telah merusak beberapa situs Majapahit.



Situs-situs tersebut ditemukan ketika dilakukan penggalian untuk pembuatan pondasi PIM. Yang membuat berang para arkeolog adalah situs-situs kemudian sama sekali tidak dihiraukan. Beberapa malah dirusak untuk kepentingan pembuatan 50 tiang pancang pondasi. Sumur tua yang ditemukan malah ditimbun bebatuan dan rusak sebagai imbas pengecoran.

Proyek PIM itu sendiri sebenarnya sudah direncanakan sejak tahun 2007, hanya saja baru bisa diwujudkan tahun 2008. Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Menbudpar, Jero Wacik, tanggal 3 November 2008. Tujuannya sederhana: menyatukan semua situs Majapahit di dalam sebuah taman dengan konsep yang terpadu agar bisa situs-situs tersebut bisa diselamatkan dan bisa menarik minat wisatawan.

[caption id="attachment_23" align="alignnone" width="442" caption="http://www.mojokerto.info/wisata-budaya-mojokerto/masterplan-majapahit-park/masterplan_25.jpg"]masterplan[/caption]



Akan tetapi, yang kemudian disayangkan adalah pembangunannya tidak konsisten tujuan tersebut. Bukannya menyelamatkan situs-situs Majapahit, PIM malah merusak. Tidak heran jika sebagian besar arkeolog di Indonesia berang. Awal Desember 2008, sebuah tim evaluasi yang dibentuk Direktorat Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dikirim ke Trowulan. Hasil evaluasi merekomendasikan penghentian penggalian fondasi karena mulai terlihat gejala pengrusakan temuan struktur bangunan kuno. Namun rekomendasi itu hanya berakhir di atas kertas. Proses penggalian dan pengecoran beton tetap dilanjutkan. Sekitar 15 Desember 2008, ketika ditengok kembali, pengrusakan semakin nyata. Sebuah dinding sumur kuno dari jobong [gerabah berbentuk silinder] dijebol hanya demi memasang tulang baja untuk alas pilar. Sementara beberapa struktur dinding bangunan kuno langsung ditimbun tumpukan batu dan semen untuk fondasi bangunan. Barulah setelah hal itu dilaporkan, proyek tersebut dihentikan sementara. Walaupun sudah dinyatakan dihentikan, pembangunan di lapangan tetap berjalan. Pembangunan baru berhenti setelah ada perintah langsung dari Menbudpar, yaitu di awal Januari 2009.

Berbagai macam pembelaan pun dilontarkan oleh pihak pemerintah dan pelaksana pembangunan proyek. Kepala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Provinsi Jawa Timur, I Made Kusumajaya, mengatakan bahwa PIM sudah selayaknya dibangun sebab situs Majapahit selama ini hanya menjadi milik komunitas arkeolog. Majapahit adalah milik masyarakat Indonesia, maka sudah selayaknya jika semua kalangan masyarakt mengetahuinya. Begitu kira-kira penjelasannya. Ia menekankan, sebagai seorang arkeolog, dia tidak bisa terlalu egoistis dengan keinginan tunggal untuk tetap terus mempertahankan situs sejarah itu tidak diketahui orang banyak. Sebuah pernyataan yang sayangnya tidak diwujudkan dengan halus. Sebagai seorang arkeolog, I Made Kusumawijaya seharusnya tahu bahwa pembangunan di situs arkeologis tidak bisa dilakukan begitu saja. Perlu ada perencanaan matang yang melibatkan penelitian arkeologis terlebih dahulu, baik untuk pondasi maupun desain dan bentuk bangunannya. Itu juga kalo masih bersikeras dan tega untuk membangunnya tepat di atas situs sejarah.

Indonesia sebenarnya sempat punya reputasi yang cukup disegani oleh dunia internasional dalam hal konservasi cagar budaya. Reputasi tersebut didapatkan setelah Indonesia berhasil memugar Borobudur di tahun 1980an. Bahkan setelah proyek pemugaran Borobudur selesai, Indonesia dipercaya untuk membantu pemugaran kompleks Candi Angkor Wat di Kamboja. Namun, reputasi itu nampaknya terkikis habis oleh kepentingan bisnis. Borobudur bisa menjadi contoh salah satunya, bisa dilihat berapa banyak menara pemancar yang berdiri di tanah yang sebenarnya masih masuk area pelestarian Borobudur.

Begitu pula lah yang tampaknya terjadi dengan Majapahit. Dari site plan-nya bisa kita lihat sendiri bagaimana kepentingan bisnis sangat besar di dalamnya, bukan pelestariannya. Lihatlah betapa besarnya Camping Ground, area Wisata Kuliner, Playground, dan bahkan ada restoran apung di situs Kolam Segaran. Luas wilayah-wilayah tersebut tidak sebanding dengan luas gedung Pusat Informasi Majapahit yang letaknya di pojokan. Bis jadi gedung PM akan terlupakan dan tujuan untuk memperkenalkan Majapahit ke masyarakat tidak tercapai sebab pengunjung ke sana karena hanya ingin kemping, makan, atau berenang bukan untuk melihat sejarah Majapahit.

[caption id="attachment_26" align="alignnone" width="377" caption="http://www.mojokerto.info/wp-content/uploads/2007/11/masterplan_24.jpg"]http://www.mojokerto.info/wp-content/uploads/2007/11/masterplan_24.jpg[/caption]

Pembangunan mega proyek PIM ini nampaknya semakin mempertegas betapa sebenarnya pemerintah tidak peduli terhadap sejarah bangsanya sendiri. Pemerintah terlihat panik dan terburu-buru dalam usahanya untuk meningkatkan pendapatan negara. Bersikeras membangun 'museum' dengan segala macam fasilitas hiburan demi menarik minat wisatawan. Rencana tidak matang, pembangunan asal-asalan, dan mungkin saja--jika sudah berdiri--tidak dirawat dengan baik seperti museum-museum lainnya yang sudah ada.

Sumber:
www.kompas.com
www.mojokerto.info

4 comments:

Parikesit said...

Sudah menjadi kebiasaan buruk bagi Pemerintah untuk melaksanakan proyek dengan terburu-buru, nota bene "project kebudayan" ternyata hanya untuk menambah kas PEMDA atau bahkan Kas Negara, selain situs pun, PEMDA Mojokerto juga terkesan acuh tak acuh dengan kondisi pelestarian budaya. karena masih ada keinginan individu yang melekat pada nafsi manusia, yaitu "memperkaya diri" tanpa memperhatikan faktor budaya bangsa.
Bung Karno pernah mengatakan bahwa bangsa yang besar adalah Bangsa yang selalu ingat akan sejarah dan budaya bangsa itu sendiri.
Bagaimana kita lihat bahwasanya CINA dapat memperkenalkan secara luas budaya2 negaranya di berbagai belahan dunia, jepang dengan struktur budayanya, korea dengan keistimewaan bangsanya. Namun Pemerintah kita malah malu menggunakan Budaya bangsa, setelah konsonan bangsa telah "di akuisisi " oleh negara lain, baru kita berteriak. namun sekali lagi kita lihat....yang membuat hati kita menjadi miris adalah " WONG CILIK SING SWARA, WONG GEDE ORA RUMANGSA ".
Orang kecil Bersuara, Orang besar tidak merasa.
Akan kah Tulisan ini menjadi gugahan bagi pribadi individu bangsa, Harga diri bangsa, Jiwa Nasionalisme yang semakin ditinggal kan oleh banyak lapisan masyarakat ??
Seperti nya Kita Butuh Bung KARNO muda yang menggugah hati nurani kebangsaan, Kita Butuh Diponegoro muda yang miris melihat budaya nya terinjak2, Kita juga butuh Bung Hatta Muda untuk mencatat keluhuran budaya Indonesia, Kita membutuhkan Gajah mada Muda untuk meneriakkan patriotisme di Nusantara tercinta. harus kah anak cucu kita menangis melihat sejarah kehidupan dan kejayaan bangsa bahkan di injak oleh bangsa kita sendiri ?, sedang bangsa lain tertawa mengejek di belakang sana ?
Indonesia adalah Macan Asia, namun sekarang kehilangan taring nya.
Indonesia adalah Zamrud Kathulistiwa yang pudar warnanya.
Indonesia adalah Kesatuan, namun pecah karena keserakahan.

Melalui Tetesan mata, saya menulis
Melalui sakit yang terpendam, saya ungkap kan.
Walau banyak mata memicingkan pada tulisan saya.
Namun jiwa nasionalisme dan menjunjung tinggi kekayaan bangsa ini yang berupa sejarah akan tetap saya perjuangkan, meski hanya lantunan do'a.

dedy said...

Ingsun Amukti Negara..

Prapanca said...

SALUT PARIKESIT

rifwan tanjung said...

Lanjutkan!!!!

Post a Comment