Friday, October 31, 2008

Merokok: Sebuah Pilihan yang Dipelajari

A. Latar Belakang

Merokok, bagi subjek, bukanlah sesuatu yang baru. Memang, ia baru merokok sekitar satu tahun yang lalu, yaitu sekitar bulan Juni 2007. Akan tetapi, sejak kecil ia berada di lingkungan perokok. Di rumah, beberapa pamannya serta kakak kandungnya adalah seorang perokok. Di luar rumah, sebagian besar teman-teman akrabnya, baik di SMU maupun kuliah, juga adalah perokok. Bisa dikatakan bahwa setiap hari subjek selalu berada di sekitar perokok. Walaupun setiap hari terpapar lingkungan merokok, subjek bisa bertahan untuk tidak merokok.
Setelah bertahun-tahun bisa bertahan tidak merokok , akhirnya subjek memutuskan untuk merokok. Keputusan tersebut diambilnya ketika ia sedang bekerja sebagai salah satu staf lapangan untuk kegiatan kuliah kerja lapangan dari fakultasnya yang diadakan di daerah Tasikmalaya. Saat itu, tekanan kerja serta beban pikiran adalah dua alasan yang melatarbelakangi keputusannya itu. Hari itu ia merasa harus siaga 24 jam sebab hari itu adalah hari pertama persiapan sebelum peserta datang, dan ia adalah staf yang bertanggung jawab terhadap segala kegiatan persiapan di hari itu. Laporan kegiatan harian yang musti dibuat, rencana kegiatan keesokan harinya, dan menunggu staf lapangan yang datang menyusul adalah salah satu tekanan kerja yang ia rasakan saat itu.
Selain tekanan kerja, subjek juga memiliki beban pikiran yang membuatnya susah untuk fokus pada kegiatannya. Di beberapa hari belakangan, hubungan pribadi dengan pasangannya sedang memanas. Ia mencurigai pasangannya berselingkuh, dan kecurigaannya itu baru ia diskusikan beberapa jam sebelum subjek berangkat. Tekanan kerja yang dirasanya berat ditambah beban pikiran membuat subjek tidak bisa bekerja dengan baik.
Sadar bahwa ketidakmampuannya untuk bekerja dengan baik karena faktor pikiran, subjek merasa perlu ada pengalihan pikirannya untuk sementara. Hal yang biasa ia lakukan adalah bermain minesweeper, salah satu aplikasi permainan yang ada di komputer. Akan tetapi, karena biasanya ia larut dalam permainan itu hingga berjam-jam, subjek memutuskan untuk tidak melakukannya. Masih sibuk berusaha mencari pengalihan pikirannya, subjek melihat dua batang rokok yang ditinggalkan oleh temannya, lengkap dengan korek. Setelah lama berpikir, subjek segera mengambil sebatang, menaruhnya di bibir, dan segera menyulutnya serta menghisapnya.
Kegiatan merokoknya itu bertahan selama ia berada di Tasikmalaya. Ketika pulang, ia sempat berhenti merokok sekitar 10 hari sebelum akhirnya ia merokok lagi hingga saat ini.


B. Pembahasan

Sebuah keputusan, menurut Harrison (1997), adalah sebuah hal yang mengindikasikan adanya komitmen individu yang bersangkutan untuk bertindak. Lebih lanjut, Harrison mengatakan bahwa komitmen tersebut dibuat setelah melakukan berbagai pertimbangan atas pilihan-pilihan solusi yang tersedia atas sebuah masalah. Jungermann (2000) berpendapat bahwa dalam membuat suatu keputusan, individu yang bersangkutan melakukan proses pemilihan alternatif-alternatif solusi. Proses pengambilan keputusan itu sendiri, menurut Jungermann, terdiri atas 3 tahap, yaitu mengidentifikasi masalah, yang kemudian dilanjutkan dengan tahap kedua, yaitu menghadirkan berbagai alternatif solusi terhadap masalah tersebut. Sedangkan tahap yang ketiga adalah memilih salah satu di antara alternatif solusi tadi untuk dijalankan.
Memilih di antara dua atau lebih alternatif solusi merupakan hal yang menjadi penekanan dalam pengambilan keputusan. Berdasarkan beberapa penelitian mengenai pengambilan keputusan yang dibacanya, Berryman (2007) mengatakan bahwa sebuah keputusan diperoleh dari serangkaian tahapan yang di dalam setiap tahapannya terdapat sebuah feedback dan penilaian (judgement). Oleh karena itulah, dalam upaya memutuskan sesuatu, individu sering kali membuat pertimbangan-pertimbangan tertentu terhadap alternatif-alternatif solusi yang tersedia.
Proses seperti itulah yang juga dialami oleh subjek sebelum akhirnya memutuskan untuk merokok. Awalnya, subjek menyadari permasalahan yang ia hadapi, yaitu tidak bisa bekerja dengan baik. Permasalahan itu diindikasikan dengan tidak mampunya ia berkonsentrasi untuk menyusun laporan kegiatan harian dan rencana kegiatan untuk esok hari. Setelah menyadari permasalahan yang dihadapinya, subjek mencari berbagai alternatif solusi yang bisa membantunya untuk lepas dari masalah tersebut. Ada 3 alternatif solusi yang berhasil ia dapatkan: tidur, bermain minesweeper, dan merokok. Pilihan pertama adalah solusi yang biasanya ia lakukan bila waktu untuk menyelesaikan masalahnya masih tersisa sangat banyak, sehingga ia memilih untuk beristirahat sejenak agar dapat kembali fokus. Pilihan kedua adalah solusi yang paling sering ia lakukan ketika berhadapan dengan masalah serupa dan waktu yang ia miliki tidaklah tersisa banyak. Dengan bermain minesweeper, subjek merasa dapat dengan cepat kembali memfokuskan pikirannya. Sedangkan pilihan yang ketiga, yaitu merokok, adalah alternatif solusi yang baru bagi dirinya karena ia sama sekali belum pernah merokok. Sebenarnya merokok sudah sering menjadi alternatif solusi dalam menyelesaikan masalahnya, akan tetapi belum pernah sekalipun ia memutuskan untuk merokok.
Seperti apa yang dijelaskan di atas, sebelum akhirnya memutuskan, subjek melakukan penilaian terhadap ketiga alternatif solusi yang ia pikirkan. Ia melakukan penimbangan-penimbangan tertentu terhadap masing-masing alternatif. Adapun penilaian yang ia lakukan didasarkan atas ketersediaan waktu, efektifitas solusi dalam menyelesaikan masalah, dan penilaian dari rekan-rekan kerja atas hasil yang hasil yang dicapai. Melalui penilaian ketersediaan waktu, alternatif solusi yang pertama, tidur, tidak dipilih karena membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan kedua alternatif solusi yang lain. Alternatif solusi yang kedua, bermain minesweeper, sebenarnya juga dipandang akan memakan memakan waktu yang lama, akan tetapi karena alternatif merokok adalah sesuatu yang belum pernah dicoba, maka subjek dengan tidak segera membuang alternatif solusi yang kedua tersebut. Akan tetapi, ketika subjek merasa bahwa bermain minesweeper tidak akan efektif untuk penyelesaian masalahnya, ia pun tanpa ragu mengambil sebatang rokok dan segera menyulut serta menghisapnya dalam-dalam.
Perlu disadari bahwa lingkungan, situasi sosial, dan karakter individual juga ikut berpengaruh terhadap keputusan yang diambil oleh individu (Borlan, dkk., 2003). Demikian juga halnya dalam menjelaskan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh subjek. Subjek berada di lingkungan para perokok, sehingga sadar maupun tidak sadar ia mempelajari banyak hal mengenai tingkah laku para perokok. Jika dilihat lebih lanjut, bisa dikatakan bahwa lingkungan memberikan andil yang besar dalam keputusan subjek untuk merokok. Beberapa paman dan kakaknya adalah perokok, teman-teman akrabnya mulai dari SMU hingga kuliah adalah perokok, serta pacarnya (sekarang mantan) adalah seorang perokok. Akers dan Lee (dalam Lee & Nofziger, 2006) berpendapat bahwa interaksi langsung significant others merupakan cara yang paling utama bagi seorang individu untuk mempelajari tingkah laku tertentu. Pembelajaran tersebut disebut differential associations (Burgess & Akers; Akers & Lee dalam Lee & Nofziger, 2006). Sehubungan dengan merokok, pembelajaran inilah yang paling konsisten berhubungan dengan tingkah laku merokok (Lee & Nofziger, 2006).
Mengenai situasi sosial, subjek menerangkan bahwa ia tidak ragu untuk merokok karena ia mengetahui bahwa orang-orang di sekitarnya tidak akan memiliki penilaian yang negatif terhadap dirinya jika ia merokok, bahkan mereka tidak akan memberikan tanggapan apa pun. Sedangkan dari sisi karakter individual, subjek adalah orang yang tidak ragu untuk melakukan sesuatu yang baru. Ketiga hal itulah yang berpengaruh pada diri subjek saat itu, sehingga ia tidak ragu memutuskan untuk merokok walaupun ia belum pernah sekalipun melakukannya.
Sebenarnya, jika dibandingkan dengan dua alternatif lainnya, merokok merupakan sesuatu yan belum pernah dilakukannya. Ditambah lagi alternatif kedua, yaitu bermain minesweeper, adalah solusi yang biasa ia ambil dalam menangani masalah yang serupa. Akan tetapi, tampaknya tingkah laku bermain minesweeper belum memiliki asosiasi yang kuat dengan masalah yang bersangkutan. Bahkan, ketersediaan waktu yang menjadi pertimbangan utama tidak lantas membuat subjek secara otomatis memilih melakukan tingkah laku tersebut. Adapun tekana waktu sebenarnya adalah faktor yang turut memicu seorang individu untuk memilih melakukan tingkah laku yang sudah menjadi kebiasaannya (Betsch, dkk dalam Betsch, Haberstroh, dan Hohle, 2002). Lebih lanjut Betsch, dkk mengatakan bahwa seorang individu akan terpicu untuk melakukan tingkah laku yang berbeda dari biasanya apabila ia mempersepsikan ada yang berbeda pada masalah yang dihadapinya. Hal yang dipersepsikan baru oleh subjek dalam masalahnya kali ini adalah apa yang beban pikirannya, yaitu mengenai perselingkuhan pasangannya. Beban pikirannya itu membuat dia merasa bahwa kedua pilihan yang lain tidak dapat membantunya menyelesaikan masalah dengan cepat. Ia sendiri memang juga tidak punya pengalaman apakah merokok dapat membantu meringankan beban pikirannya sekaligus menyelesaikan masalahnya. Akan tetapi, karena merasa yakin bahwa kedua alternatif lainnya tidak akan membantu, ditambah belajar dari pengalaman teman-temannya yang merokok, ia memilih merokok sebagai solusi atas permasalahannya.


C. Kesimpulan

Dalam memahami keputusan subjek untuk merokok, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Merokok merupakan suatu tingkah laku yang dipelajari secara sosial (Lee & Nofziger, 2006), sehingga dalam proses pengambilan keputusan tentunya pengaruh dari significant others—saudara, teman akrab, pacar—juga turut mengambil peran pada diri subjek. Dari significant others-nya itulah subjek belajar mengenai tingkah laku merokok.
Ada tiga tahap yang dilalui subjek dalam pengambilan keputusannya, sesuai dengan pendapat yang dilontarkan oleh Jungermann (2000). Adapaun ketiga tahapan itu adalah mengidentifikasi masalah, mencari alternatif-alternatif solusi bagi permasalahan tersebut, dan memilih salah satu alternatif solusi untuk dilaksanakan. Dalam upaya memilih satu dari alternatif-alternatif yang ia pikirkan, subjek mengambil 2 hal sebagai bahan pertimbangan, yaitu ketersediaan waktu dan beban pikirannya mengenai perselingkuhan pasangannya. Pertimbangan yang kedua merupakan hal yang baru dalam permasalahannya. Apabila hal tersebut tidak ada, kemungkinan besar subjek akan memilih bermain minesweeper sebagai solusi permasalahannya. Akan tetapi keberadaan beban pikirannya itu membuat subjek tidak merasa yakin bahwa bermain minesweeper, sesuatu yang biasa ia lakukan sebagai solusi permasalahan yang serupa, tidak akan membantunya dalam menangani masalahnya.
Merokok akhirnya dipilih subjek sebagai solusi walaupun ia belum pernah memiliki pengalaman dalam soal merokok. Hal tersebut ia lakukan karena ia tidak yakin bahwa kedua alternati solusi lainnya akan membantunya. Di lain pihak, balajar dari pengalaman teman-temannya yang merokok, ia tampak memiliki keyakinan bahwa merokok akan menjadi solusi yang efektif bagi permasalahannya. Oleh karena itulah, ia memilih untuk merokok.


Referensi

Berryman, J. M. (2007). Judgements duirng information seeking: a naturalistic approach to understanding the assessment of enough information. Dalam Journal of Information Science, 34, 2, 196-206. Diunduh dari http://jis.sagepub.com tanggal 22 Oktober 2008.
Betsch, T., Haberstroh, S., dan Hohle, C. (2002) Explaining routinized decision making: a review of theories and models. Dalam Theory and Psychology, 12, 4, 453-488. Diunduh dari http://tap.sagepub.com tanggal 23 Oktober 2008.
Borlan, R., dkk. (2000). Youth culture and smoking: integrating social group processes and individual cognitive processes in a model of health-related behaviours. Dalam Journal of Health Psychology, 8, 3, 291-306. Diunduh dari http://hpq.sagepub.com tanggal 28 Oktober 2008.
Harrison, E. F. (1999). The Managerial Decision Making(5th ed.). Boston: Houghton Mifflin.
Jungermann, H. (2000). The two camps on rationality. Dalam T. Connolly et al. (eds), Judgment and Decision Making: an Interdisciplinary Reader (2nd edition), 575-591 . Cambridge: Cambridge University Press.
Lee, Hye-Ryeon dan Nofziger, S. (2006). Differential associations and daily smoking of adolescents: independently influence the importance of same sex individual’s intension/decision models. Dalam Youth & Society, 37, 4, 453-478. Diunduh dari http://yas.sagepub.com tanggal 28 Oktober 2008.

1 comment:

piyique said...

masih teringat lo melambaikan tangan (menolak, maksudnya :P) saat ditawari rokok oleh seseorang di PeWe..
gue pikir itu akan berlaku selamanya :)

Post a Comment